Memetik Buah Akhlak
Unknown
23.03
0
DPC PKS CIRACAS - Islam adalah ajaran yang komprehensif dan integral. Ajaran yang lengkap dan terpadu. Setiap Muslim dituntut untuk menjalankan Islam secara lengkap dan terpadu dalam kehidupannya. Islam mencakup akidah, fikih dan akhlak. Akidah membahas tentang keimanan dan keyakinan seorang Muslim. Fikih membahas tentang tehnis dan mekanisme dalam beribadah. Akhlak membahas prilaku dan sikap seorang Muslim baik kepada dirinya, Tuhannya, sesama manusia juga makhluk. Cakupan akhlak sangat luas, diantara sisi-sisinya misalnya akhlak dalam politik, dalam usaha, dalam sosial masyarakat, dan sebagainya. Tidak boleh ada ketimpangan dalam diri seorang Muslim dalam tiga sisi ajaran Islam tersebut. Sisi akidah, fikih dan akhlak Muslim sepatutnya menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dalam bingkai Islam. Allah SWT. berfirman:“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah: 208).
Sebagaimana Allah SWT. mengecam para
Ahli Kitab yang bersikap memilah milih ajaran agama, mengimani sebagian ajaran
dan mengkufuri sebagian yang lain, mempraktekkan sebagian dan membuang sebagian.“Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian
yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu,
melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang
kamu perbuat”. (Al-Baqarah: 85).
Kedudukan Akhlak
Akhlak sebagai salah satu ajaran inti dalam
Islam mendapat perhatian sangat besar. Akhlak merupakan sisi yang mempengaruhi penilaian
seorang di mata Allah SWT. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah
Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah dan harta kalian,
tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian”. (HR. Muslim). Dalam
Hadits lain disebutkan: “Tidak ada perkara yang lebih berat dalam timbangan
seorang Mukmin pada hari Kiamat nanti dari akhlak yang baik”. (HR. Tirmidzi).“Sesungguhnya
diantara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya di Hari Kiamat
nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya”. Akhlak yang baik mampu
mengangkat dan memuliakan derajat seorang Muslim. “Sesungguhnya seorang Mukmin
bisa meraih derajat ahli puasa dan qiyamullail dengan akhlak yang baik. (HR. Abu
Dawud dan Hakim).
Begitu besar perhatian Islam terhadap ajaran
akhlak. Seakan pengajaran akhlak menjadi misi yang sangat dijunjungtinggi Rasul
Saw dalam berdakwah. Betapa tidak akhlak mewakili eksterior (tampilan luar) seorang
Muslim, yang pada selanjutnya mempengaruhi kondisi dan nasibnya kemudian di
Akhirat. Tidak sebatas ini, bahkan akhlak mempengaruhi jatuh bangunnya sebuah
komunitas, bahkan Umat. Sebagaimana syair yang dilantunkan oleh penyair ternama
Syauqi: “Satu Umat dipengaruhi dengan akhlaknya, jika akhlak (mulia) pudar maka
Umat itu juga akan punah”.
Iman dan Akhlak
Iman berarti attashdiiqyaitu membenarkan
dan meyakini. Berarti membenarkan dan meyakini ajaran Islam dalam hati, membenarkan
dengan lisan juga mengamalkan dalam perbuatan (ahlu sunah wal jama’ah). Sedangkan
akhlak dari kata alkhulq yang berarti kebiasaan, watak dan perangai.
Hubungan antara iman dan akhlak sangat erat
dan tidak bisa dipisahkan. Iman dan akhlak satu paket. Maka, tidak bisa
dipercaya bila seorang mengaku baik iman namun akhlak dan perbuatannya jauh
dari nilai keimanan.Begitu pula seorang akan sulit menjaga kebaikan akhlak dan
perbuatannya dalam segala kondisi, ketika keimanan tidak bersemayam lekat dalam
jiwanya.Siapa yang memiliki perangai dan akhlak yang buruk maka itu pertanda
buruknya keimanan dan keislaman dalam dirinya. Bahkan kaitan atau hubungan ini,
terlihat jelas dalam definisi iman -yang notabene dipahami sebagai kerja hati-yang
juga mencakup amal lisan dan badan.
Dari sini juga dipahami bahwa, untuk merubah atau
menghilangkan akhlak dan perilaku yang tercela perlu dibenahi juga sisi
keimanan dan keislaman dalam jiwa. Karena
perilaku dan akhlak merupakan ekspresi dan sesuatu yang lahir dari apa
yang ada dalam jiwa dan hati. Sebagaimana iman adalah energi yang mendorong
seseorang berakhlak baik, menghiasi dirinya dengan amal saleh dan menjaganya
dari perkara yang tidak terpuji, bagitu pula hawa nafsu bisa mendorong seseorang
untuk melakukan perbuatan sebaliknya.Maka, jika keimanan mendominasi hati dan
jiwa seseorang sehingga ia mengalahkan dorongan hawa nafsu, dalam kondisi ini,
akhlak dan perbuatan baik adalah buah yang lahir darinya. Namun sebaliknya,
jika hawa nafsu mendominasi dan mengalahkan keimanan, maka ia akan melahirkan
perbuatan dan akhlak tercela.
Dalam berbagai ayat Allah SWT mengawali
perintah untuk berakhlak baik dengan panggilan keimanan. Ketika memerintah
untuk berlaku adil, Allah SWT menyeru dengan seruan keimanan: “Hai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku
adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah:
8).Dalam ayat lain disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (At Taubah: 119).
Akhlak menjadi bisa barometer keimanan
seseorang. Ibadah-ibadah yang disyariatkan sebagai sarana untuk mengkondisikan
hati dan meningkatkan keimanan, bisa diukur baik atau tidaknya pelaksanaan
ibadah tersebut, diterima atau tidaknya ibadah tersebut dari sisi akhlak dan
perilaku. Seringkali dalam berbagai hadits Rasulullah Saw. mengangkat pemahaman
ini. Bagaimana Rasul Saw. mengisyaratkan ukuran diterima atau tidaknya shalat
seorang dari perilakunya. Diriwayatkan dari Ali bin Ma’bad, Rasulullah Saw
bersabda: “Siapa yang sholatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan
munkar, maka ia hanya bertambah jauh dari Allah.”
Bahwa ibadah sholat yang baik adalah ketika ia
mampu mewarnai perilaku dan perbuatan kita. Baik perbuatan yang hanya berdampak
pada diri sendiri maupun orang lain atau sosial. Shalat yang mampu
mengkondisikan jiwa dan keimanan seseorang bisa dinilai dari perbuatan dan
akhlaknya. Begitu pula tentang ibadah puasa. Rasulullah Saw bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah: “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan
dan perbuatan dusta, maka Allah SWT. tidak berkepentingan atas puasanya dari
makanan dan minuman”. (HR. Tirmidzi).
Begitulah Secara umum hal ini diisyaratkan
Rasulullah Saw, dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw: “Apakah
kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu?” para shahabat menjawab,
“Orang yang
bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak ber-dirham dan ber-perhiasan.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang
datang pada hari kiamat nanti dengan membawa pahala shalat, shiyam dan zakat,
tetapi dia juga mencela si ini, menuduh si itu, memakan harta si ini,
menumpahkan darah si itu, serta memukul si ini-itu, lalu si ini diberi
kebaikan-kebaikannya, dan si itu diberi kebaikan-kebaikannya, lalu jika
kebaikan-kebaikannya habis sementara semua belum selesai, maka
kesalahan-kesalahan mereka diberikan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke
dalam neraka.” (HR. Muslim).
Dan secara tegas
Rasulullah Saw menjelaskan tentang kemestian akhlak baik sebagai tanda keimanan
seseorang. Begitu sebaliknya, siapa yang berakhlak dan prilaku buruk pertanda
tidak ada iman seseorang: “Demi Allah tidak beriman, tidak beriman, tidak
beriman! Ditanya: Siapa itu wahai Rasul? Orang yang tidak menjadikan
tetangganya merasa aman akibat perilaku buruknya”.(HR. Bukhari).Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan taufiq dan petunjuk untuk mampu menyemai keimanan
dalam jiwa, untuk sleanjutnya ia mewarnai dan menghiasi akhlak diri. Wallahu
a’lam.
Penulis : Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA
Tidak ada komentar